logo namlea

Portal Pengadilan Agama Masohi

Selamat datang di Website Resmi Pengadilan Agama Masohi, sebagai media informasi berbasis teknologi.
Portal Pengadilan Agama Masohi

Aplikasi SIPP

Aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), merupakan aplikasi administrasi dan penyediaan informasi perkara baik untuk pihak internal pengadilan, maupun pihak eksternal pengadilan. Pengunjung dapat melakukan penelusuran data perkara (jadwal sidang sampai dengan putusan) melalui aplikasi ini.
Aplikasi SIPP

SIWAS

Aplikasi yang disediakan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, untuk melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia atau Peradilan dibawahnya.
SIWAS

e-Court

e-Court adalah layanan bagi pengguna terdaftar untuk pendaftaran perkara secara Online. Mendapatkan taksiran panjar biaya perkara, pembayaran secara Online, dan pemanggilan yang dilakukan secara elektronik. e-Filling (Pendaftaran perkara Online di Pengadilan) e-Payment (Pembayaran panjar biaya perkara Online) e-Summons (Pemanggilan pihak secara Online)
e-Court

Zona Integritas

Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilaksanakan secara terbuka dan dipublikasikan secara luas dengan maksud agar semua pihak termasuk masyarakat dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan serta dalam program kegiatan reformasi birokrasi khususnya di bidang pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik
Zona Integritas
01 / 07
02 / 07
03 / 07
04 / 07

HAK-HAK PEREMPUAN DAN ANAK PASCA PERCERAIAN

HAK-HAK PEREMPUAN DAN ANAK PASCA PERCERAIAN

(UU No 1 tahun 1974 diubah dengan UU No 16 Tahun 2019 jo PERMA No 3 Tahun 2017 jo SEMA No 3 tahun 2018 jo SEMA No 2 Tahun 2019 jo Kompilasi Hukum Islam)

Hak-Hak Perempuan

Pasca terjadinya perceraian perempuan berhak mendapat:

  •         Nafkah Iddah (nafkah dalam masa tunggu), adalah nafkah yang wajib diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri yang dijatuhi talak selama mantan istri menjalani masa iddah (masa tunggu), kecuali jika mantan istrinya melakukan nusyuz (pembangkangan).
  •         Nafkah Madhiyah (nafkah masa lampau), adalah nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh mantan suami kepada mantan istri sewaktu keduanya masih terikat perkawinan yang sah;
  •         Mut’ah (penghibur), pemberian dari mantan suami kepada mantan istrinya yang dijatuhi talak baik berupa uang atau benda lainnya.
  •         Hadhanah (pemeliharaan anak), adalah hak pemeliharaan atas anak yang belum mumayyiz (terlihat fungsi akalnya) atau belum berumur 12 tahun, atau anak yang telah berumur 12 tahun atau lebih namun memilih dipelihara oleh ibunya.

Hak-Hak Anak

Pasca terjadinya perceraian, seorang anak berhak mendapat:

  •      Nafkah Madhiyah Anak (nafkah lampau anak), adalah nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh ayah (mantan suami) kepada anaknya sewaktu anak tersebut belum dewasa dan mandiri (berusia 21 tahun).
  •       Biaya Hadhanah (pemeliharaan) dan nafkah anak, adalah biaya pemeliharaan dan nafkah untuk anak yang hak hadhanah (hak pemeliharaannya) telah ditetapkan kepada salah satu dari orang tuanya atau keluarga lain yang menggantikannya.
05 / 07

badilag wa

06 / 07

8 program utama

07 / 07

berakhlak badilag

Written by Super User on . Hits: 68556

1

Salah satu tugas penulis adalah membuat Surat Perjalanan Dinas (SPD) bagi siapapun pegawai yang akan melakukan perjalanan dinas. Beberapa minggu yang lalu penulis melaksanakan tugas tersebut. Seperti biasa penulis memulai dengan membuat surat tugas dan kemudian membuat SPD tersebut. Beberapa minggu kemudian ada seorang petugas IT yang meminta dokumen SPD tersebut. Setelah penulis mencarinya ternyata SPD tersebut tidak ada.

Satu minggu kemudian ternyata SPD tersebut terselip di salah satu tumpukan file dekat meja penulis. Pertanyaannya adalah “Apakah setelah penulis selesai membuat SPD tersebut sudah menyelesaikan tanggung jawab tugas? Lalu bagaimana dengan tidak ditemukannya dokumen SPD tersebut?”

Dalam pasal 2 undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau yang sering disebut dengan undang-undang ASN tercantum asas penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN. Salah satunya adalah akuntabilitas.

Akuntabilitas berbeda dengan responsibilitas. Jika responsibilitas adalah kewajiban untuk bertangung jawab maka akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggung jawabkan. Setiap pekerjaan yang dilaksanakan dengan akuntabel maka sudah pasti di sana terkandung nilai responsibilitas. Namun tidak setiap pekerjaan yang selesai dengan responsibel terkandung nilai akuntabilitas.

siapa saja yang harus mempunyai nilai akuntabilitas? Jawabannya adalah individu dan institusi. Akuntabilitas individu dalam sebuah institusi memegang peranan penting dalam menentukan sejauh mana sebuah institusi bisa menyandang predikat akuntabel. satu pekerjaan saja dalam sebuah institusi yang tidak dilaksanakan secara akuntabel, secara “kasat mata” bisa saja terlihat akuntabel namun secara “hakikat” institusi tersebut bisa dikatakan cacat nilai akuntabilitasnya.

Setiap individu selain wajib bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya ia juga wajib mempertanggung jawabkan tugas-tugas yang telah diselesaikannya terhadap dirinya sendiri, atasan, institusi maupun masyarakat. Dan tentu saja kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berbeda dengan individu, kewajiban sebuah institusi dalam mempertanggung jawabkan tugas pokok dan fungsinya adalah terhadap instansi yang lebih tinggi atau instansi lain yang ditentukan oeh undang-undang. Dan tentunya kepada masyarakat.

Akuntabilitas bukan hanya persoalan etik yang mengedepankan “baik” atau “buruk”. Akuntabilitas lebih jauh dari itu. Ia bisa dipandang sebagai “etik” tatkala berhadapan dengan masyarakat dan atau dirinya sendiri, bisa pula dipandang sebagai “benar” atau “salah” jika terkait dengan aturan hukum.

Sebagai contoh, seorang pegawai yang sedang mengalami badai dahsyat dalam kehidupan rumah tangganya ia bermuka masam ketika melayani masyarakat terkait keperluannya. Tindakan dia melayani masyarakt tersebut tidaklah cacat secara legal, namun secara etik bisa dikatakan buruk.

Kenapa demikian? Karena ia tidak mampu menuntaskan pertarungan kepentingan (conflict of interest) di dalam batinnya. Sehingga ia mencampur adukan antara persoalan pribadinya dengan tugas pekerjaan. Dalam hal ini yang ditekankan adalah konflik kepentingannya. Lain halnya apabila yang ditekankan adalah persoalan ekspresi muka masam, maka hal itu adalah ranah “etika publik”. Dengan demikian, maka cacat akuntabilitas sangat memungkinkan terjadinya kehilangan etika dalam pelaksanaan tugas.

Terkait dengan aspek legalitas, maka tak perlu kiranya penulis menerangkannya secara panjang lebar, karena diyakini semua orang sudah paham bahwa cacat akuntabilitas dalam hal ini bisa menimbulkan perbuatan melawan hukum (Wederrechtelijk) baik berupa pelanggaran maupun kejahatan.

Mahkamah Agung sendiri pada dasarnya telah menerapkan nilai akuntabilitas. Dalam Cetak Biru Pembaruan Mahkamah Agung RI 2010-2035 (4 tahun lebih awal dari UU ASN) terdapat Nilai-Nilai Utama Badan Peradilan yang salah satunya adalah nilai akuntabilitas. Dalam prakteknya, Mahkamah Agung sering melakukan pengawasan internal di bawah koordinasi Badan Pengawas yang secara berkala melakukan pengawasan ke lingkungan peradilan yang berada di bawahnya.

Selain Badan Pengawas, Mahkamah agung juga mendelegasikan pengawasan tersebut kepada Pengadilan Tingkat Banding untuk melakukan pengawasan ke semua Pengadilan Tingkat Pertama yang berada di wilayah hukumnya. Bahkan di Pengadilan Tingkat Pertama sendiri ada Hakim Pengawas Bidang yang secara rutin memeriksa pekerjaan baik di kepaniteraan maupun kesekretariatan. Pengawasan internal baik yang dilakukan oleh Badan Pengawas, Pengadilan Tingkat Banding maupun Hakim Pengawas Bidang adalah salah satu bentuk kecil dari praktek nilai akuntabilitas. Hal yang paling penting dalam menerapkan nilai akuntabilitas adalah yang tumbuh dari kesadaran masing-masing individu.

Menurut penulis, adalah omong kosong apabila sebuah institusi bertekad ingin menjadi institusi yang berwibawa dan dipercaya oleh masyarakat sedangkan nilai akuntabilitas diabaikan. Bukankah agama juga mengajarkan bahwa setiap apa yang kita lakukan di dunia ini kelak akan dimintai pertanggung jawaban?. Lalu apakah penulis sudah mampu mengamalkan nilai akuntabilitas dalam melaksanakan tugas? Pengalaman penulis di awal tulisan ini adalah jawabannya.

Add comment


Security code
Refresh

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Masohi

Jl. Koako No. 4, Masohi, Kecamatan Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah - 97511

Telp. : (0914) 22730 | Fax. : (0914) 21149

Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Website : www.pa-masohi.go.id

Kunjungi Kami di Media Sosial :

      

Informasi & pengaduan :

informasi.pengaduan.pamasohi@gmail,com

0821-9768-9405 (WatsApp Only)

Tautan Aplikasi

Pengadilan Agama Masohi © 2021