PROBLEMATIKA IDUL ADHA 1431 H
Oleh : Wachid Yunarto *)
I.Pendahuluan
Idul adha secara umum menjadi momentum kegemberiaan umat Islam di seluruh dunia, yang syiarnya nampak pada ritual ibadah sholat Idul Adha di lapangan dan majid-masjid. Namun secara khusus momentum Idul Adha terkait erat dengan pelaksanaan ibadah haji di tanah suci. Sedikit berbeda dampaknya dengan perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal karena terkait langsung dengan dimulainya pelaksanaan ibadah puasa dan waktu berakhirnya, hingga dapat dirasakan dan diresahkan umat jika terjadi perbedaan Ramadhan dan Idul Fitri, pada kenyataannya perbedaan penentuan awal bulan Dzulhijjah juga menimbulkan pertanyaan mengapa berbeda baik di kalangan, kita maupun Arab Saudi dengan negara lain termasuk Indonesia.
Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba mengurai permasalahan yang ada dengan ulasan sederhana dengan harapan agar dapat dipahami oleh masyarakat umum, walaupun tidak mengerti ilmu falak.
II.Penentuan Awal Bulan Qomariah
Sejak awal peradaban, manusia telah membagi waktu dalam beberapa periode untuk mengatur dan memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidup sehari-hari (misalnya saat bercocok tanam bagi masyarakat agraris), bahkan kehidupan keagamaan mereka. Mereka membagi waktu menjadi hari, bulan, dan tahun yang di dasarkan pada perhitungan astronomis, sedangkan pembagian waktu menjadi minggu dan jam merupakan rekaan/artifisial. 1)
Penanggalan di dunia ini secara garis besarnya dibedakan menjadi 3 yaitu :
1.Yang didasarkan pada peredaran matahari (sebenarnya bumi yang mengelilingi matahari, disebut solar calendar);
2.Yang didasarkan pada waktu bulan mengelilingi bumi (lunar calendar);
3.Kombinasi antara solar dan lunar (solar lunar calendar);
Masyarakat Arab pra Islam menggunakan lunar calendar/qomariyah . Setiap akhir bulan mereka berusaha untuk melihat bulan muda/baru. Kalau berhasil mereka akan meneriakkan kata “hilal” sebagai pengagungan atas dewa mereka. Akan tetapi mereka terkadang juga menambah atau mengurangi perhitungan (an-nasi’) agar bulan Dzulhijjah (yakni bulan dimana orang-orang dari berbagai daerah datang ke Mekkah untuk berhaji) jatuh pada musim tertentu yang akan menguntungkan bisnis mereka.
Ketika Islam datang, al-Qur’an dan Rasulullah menjawab pertanyaan mereka sesuai kadar pengetahuan dan persepsi mereka yang masih sederhana sekaligus melakukan koreksi terhadap kebiasaan mereka yang salah.
والقمر قدرناه منازل حتى عادكا لعرجون القديم
Artinya : “Dan kami telah tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah ia sampai pada manzilah terakhir) kembalilah ia sebagai bentuk tundan yang tua”. (Q.S. 36 : 39)
يسالونك عن الاهله قل هي مواقيت للناس والحج ...
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah “bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dalam bagi ibadat haji”. (Q.S. 2 : 189)
ان عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السماوات والارض ....
Artinya : “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah pada waktu dia menciptalan langit dan bumi”. (Q.S. 9 : 36)
انما النسيء زياد فى الكفر ....
Artinya : “Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu menambah kekafiran”. (Q.S. 9 : 37)
Bagaimana cara Rasulllah menentukan bulan kita dapat membaca beberapa hadits shohih yang intinya hampir sama, antara lain :
صوموا لرؤيته وافطروا لرؤته فان غم عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين يوما
Artinya : “Berpuasalah kamu beru melihat hilal dan berhati rayalah kamu melihat hilal. Apabila kamu tidak bias melihat hilal karena tertutup mendung, makam genapkanlah bilangan sya’ban menjadi 30 hari ”.
Mengapa rasul hanya memerintahkan untuk melakukan rukyat dan tidak dengan jalan yang lain? Jawaban atas masalah ini disampaikan sendiri oleh Rasulullah dalam hadits yang lainnya :
انا امة امية لا نكتب ولا نحسب الشهر هكذا وهكذا يعنى مرة تسعة وعشرين ومرة ثلاثين
Artinya : “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, tidak bisa menulis dan tidak bisa menghitung. bulan itu sekian dan sekian, yakni terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari” (H.R. Bukhari).
Hadits diatas jelas bagi kita, bahwa Rasulullah hanya memerintahkan untuk menentukan awal bulan dengan jalan rukyat, karena kondisi umat saat itu yang belum mengetahui ilmu hisab, maka rukyat merupakan cara yang paling praktis dan mudah untuk dilakukan siapa saja dan dimana saja (saat itu). Bahkan ketika kondisi cuaca kurang mendukung karena mendung dan sebagainya, Rasul hanya memerintahkan untuk menggenapkan bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari agar orang terhindari dari keragu-raguan. Akan tetapi bukan berarti menutup cara lain untuk menetapkan awal bulan, karena Rasul saw. tidak pernah melarang menggunakan cara lain. Bahkan ketika berbicara soal cuaca mendung yang menghalangi pandangan ke arah ufuk, beliau saw. dalam hadits lain mengatakan : فاقدرواله (hitunglah/perkirakanlah!)
Setelah Islam berkembang ke berbagai belahan bumi dan kaum muslimin mulai berinteraksi dengan berbagai kebudayaan yang lebih maju serta memiliki perhitungan yang lebih tepat, maka mulailah mereka mengenal dan menguasai ilmu hisab/falak.
Akan tetapi, para ulama/fuqoha’ dalam menentukan awal bulan khususnya Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah secara umum terbagi menjadi 4 golongan :
1.Yang menggunakan rukyat secara mutlak untuk menentukan keseluruhan awal bulan, mereka jelas menolak hisab;
2.Yang menggunakan rukyat hanya untuk menentukan ketiga bulan di atas, dan menerima hisab hanya sebagai alat bantu untuk bisa merukyat hilal saja;
3.Yang memberi kedudukan utama kepada hisab dan menjadikan rukyat hanya pelengkap. Menurut golongan ini, rukyat hanya bisa diterima bila tidak bertentangan dengan hisab;
4.Yang memutlakkan peranan hisab dan mengesampingkan rukyat sama sekali;
III. Problema Seputar Penentuan Awal Dzulhijjah/Idul Adha
Sebagaimana telah penulis singgung di muka, bahwa penentuan awal bulan Dzulhijjah menjadi hal yang menarik bentuk dikaji ataupun di diskusikan karena :
1.Untuk menentukan awal bulan Dzulhijjah yang akan diberlakukan di satu matla’ (daerah tempat terbitnya bulan) negara ataupun wilayahtulhukmi (wilayah hukum) katakanlah sebagai contoh Indonesia, para ulama bisa beda pendapat tergantung pada metode apa yang dipakai untuk menentukan awal bulan itu;
2.Pemerintah Saudi Arabia memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah tanpa perlu memperhatikan pandangan dari negara-negara di sekitarnya, dan karena Islam berasal dari sana dan Mekah sebagai pusat ibadat umat Islam sedunia, terkadang menimbulkan opini/persepsi bahwa apa yang ditetapkan oleh pemerintah Saudi sebagai tolok ukur kebenaran.
Karenanya penulis sependapat dengan Dr.Ing. Fahmi Amhar, bahwa penentuan Idul Adha bisa sangat sensitif ketika perhatian seluruh dunia tertuju ke Arafah. Bisa jadi orang menganggap pemerintah Saudi menetapkan saat Idul Adha secara politis dan ekonomis untuk menepatkan/menghindarkan saat wukuf dengan hari Jumat yang disebut sebagai haji akbar. 2)
Untuk menguraikan lebih lanjut dua hal diatas mau atau tidak mau kita harus melihat data hisab terlebih dahulu.
HASIL TEMU KERJA EVALUASI BADAN HISAB RUKYAT DEPARTEMEN AGAMA RI TAHUN 2008 DI HOTEL RIADIANI CIPANAS, BOGOR
Dari data diatas kita bisa menyimpulkan bahwa para ahli hisab Indonesia yang tergabung dalam Badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI tahun 2008 telah menyimpulkan bahwa awal bulan Dzulhijjah 1431 H akan jatuh pada hari Senin tanggal 8 Nopember 2010. Hal ini dikarenakan pada saat dilakukan kegiatan rukyat hilal pada tanggal 29 Dzulqa’dah 1431 H atau tanggal 6 Nopember 2010 tinggi hilal yang rata-rata di bawah 20 tidak mungkin dilihat dengan mata atau alat apapun. Sehingga berdasar pada hadits Nabi, bulan Dzulhijjah digenapkan 30 hari, dan 1 Dzulhijjah akan jatuh pada hari Senin, tanggal 8 Nopember 2010.
Penentuan tanggal 1 Dzulhijjah melalui forum sidang itsbat oleh pemerintah akan menunggu laporan hasil rukyat dari berbagai daerah di Indonesia, dan biasanya karena pemerintah dalam hal ini para ahli yang tergabung dalam Badan Hisab Rukyat, telah memiliki kriteria hilal yang mungkin untuk dilihat (imkanur rukyat), maka ketika nanti ada orang yang melaporkan melihat hilal, laporannya akan ditolak karena bertentangan dengan hisab dan kriteria imkanur rukyat.
Ormas Islam seperti Muhammadiyah dan Persis yang mendasarkan pada hisab wujudul hilal dengan membaca data tersebut saja sudah pasti akan berbeda dengan pemerintah, karena menurut mareka, jika menurut hisab, ijtima’/conjungtion telah terjadi sebelum matahari terbenam, dan ketika matahari terbenam bulan ada diatas ufuk sekalipun tidak dapat dilihat (dibawah 10) dan dalam waktu singkat (kurang dari 1 menit), maka malam itu dan keesokan harinya telah masuk tanggal 1 Dzulhijjah. Dengan demikian Muhammadiyah Persis dan lain-lain yang menggunakan metode hisab wujudul hilal akan menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Ahad, tanggal 7 Nopember 2010.
Hal di atas adalah perbedaan besar yang pasti terjadi. Belum lagi realita masih ada kelompok masyarakat tertentu yang menggunakan hisab urfi, maupun yang melihat tanda-tanda alam, seperti pasang surutnya air laut di daerah kepulauan seperti Maluku.
Bagaimana penentuan 1 Dzulhijjah oleh pemerintah Saudi Arabia sendiri? Untuk menjawab pertanyaan diatas marilah kita perhatikan data di bawah ini :
Lokasi: Mekah, Saudi ARABIA.
1.Data Ephemeris
a.Ijtima : Sabtu, 6 Nopember 2010, jam 7 : 53 WSA
b.Matahari Terbenam : Jam 17.44, 26,38 WSA
c.Bulan Terbenam : Jam 17.45, 49,32 WSA
d.Umur Bulan : 9 Jam, 5 menit, 22,32 detik
e.Tinggi Hilal : 0,690
f.Jarak hilal-matahari : 6,280
2.Data Mawaaqit
a.Ijtima : Sabtu, 6 Nopember 2010, jam 7 : 52 WSA
b.Matahari Terbenam : Jam 17.42,9 WSA
c.Bulan Terbenam : Jam 17.45, 46,42 WSA
d.Umur Bulan : 9,83 jam
e.Fase pencahayaan : 0,32 %
f.Tinggi Hilal : 0,58 0
3.Accurate Times 5.1
a.Ijtima : Sabtu, 6 Nopember 2010, jam 7 : 52 WSA
b.Sinset : Jam 17.45 WSA
c.Moondet : Jam 17.50 WSA
d.Umur Bulan : 9,53 jam
e.Fase pencahayaan : 0,33 %
f.Tinggi : -
Catatan : Odeh, pencipta aplikasi ini dengan berdasar criteria Danjon memberi catatan the cresent visibility is not visible even with optical aid.
Dengan membaca data hisab diatas, kita bisa mengetahui bahwa di Saudi Arabia (i.c. Mekah) pada tanggal 6 Nopember 2010 bertepatan dengan tanggal 29 Dzulqaidah 1431 H. Sekalipun umur hilal ( dari saat ijtima – ghurub) sudah mencapai 9 jam lebih, dan hilal terbenam setelah matahari, namun ketinggian hilal tidak mencapai 10. Oleh karena itu, hilal tidak mungkin dilihat walau dengan alat apapun.
Apabila pemerintah Saudi konsisten dengan kriteria baru (Saudi telah beberapa kali mengganti criteria untuk kalendernya, terakhir 1423 H yang bisa kita baca pada situs: www.icoproject.org) yang ditetapkan dalam kalender Ummul Quro’ yaitu : 1. ijtima terjadi sebelum ghurub; 2. bulan terbenam setelah matahari, maka pasti pemerintah Saudi akan menetapkan hari Ahad, 7 Nopember 2010 sebagai tanggal 1 Dzulhijjah sehingga Idul Adha akan jatuh pada hari Selasa, tanggal 16 Nopember 2010.
Namun apabila pemerintah Saudi menggunakan rukyat sebagai dasar penentuan awal bulan dan hisab sebagai data pendukungnya, maka mungkin bulan Dzulqa’dah akan di genapkan (istikmal) 30 hari dan 1 Dzuhijjah akan ditetapkan hari Senin, tanggal 8 Nopember 2010 sebagaimana yang akan ditetapkan pemerintah Indonesia. Dengan asumsi kedua ini maka insya Allah tidak akan ada perbedaan hari raya Idul Adha yang diputuskan pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia yaitu Hari Rabu, tanggal 17 Nopember 2010.
Ada yang unik (baca: aneh) yaitu realitas yang terjadi pada tahun-tahun lalu di Saudi Arabia. Pemerintah Saudi beberapa kali (tahun 1423, 1425, 1426 dan 1427) menerima dan menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah berdasarkan klaim rukyat pada saat menurut hisab posisi hilal mustahil untuk dilihat. Apabila hal ini yang terjadi, maka pemerintah Saudi akan menetapkan 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Ahad, tanggal 7 Nopember 2010, sehingga hari Arafah adalah Senin, tanggal 15 Nopember 2010 dan Idul Adha Selasa tanggal 16 Nopember 2010. Let us wait and see what wonder will happen.
IV.KESIMPULAN
1.Penentuan awal bulan qamariyah yang direkomendasikan oleh Rasulullah saw. Sesuai dengan, kondisi, pengetahuan dan kemampuan umat Islam pada saat itu adalah rukyat. Namun beliau tidak pernah melarang umatnya untuk menggunakan metode lain. Ketika para ulama sudah mengenal ilmu astronomi/falak/hisab, maka dipergunakanlah hisab sebagai metode alternatif untuk menentukan awal bulan qomariyah.
2.Penentuan awal bulan Dzulhijjah 1431 H berpotensi untuk terjadi perbedaan di kalangan ahli rukyat ataupun ahli hisab, karena posisi hilal yang sudah berada (wujud) di atas ufuk mustahil dilihat dengan alat apapun, sehingga sangat mungkin sebagian umat akan beridul adha pada hari Selasa, tanggal 16 Nopember 2010 dan sebagian hari Rabu, 17 Nopember 2010.
Wallahu a’lam.